Aisha Raja |
"Saya dengan berkali-kali orang berteriak pada saya dengan kasar, seperti 'Oh kamu dasar Muslim sialan!'. Tentu, seketika itu juga anda tak mungkin bersentuhan dengan orang itu, melainkan pergi menjauh," tutur wanita 20 tahun, putri pasangan imigran Pakistan seperti dilansir Globe dan Mail, Senin (4/7).
Ia kerap bertemu masalah akibat aksi blak-blakan sentimen anti-Muslim yang kian berkembang di Kanada. Ia pun bukan satu-satunya korban sentimen itu.
Seorang anggota perserikatan mahasiswa di Universitas Toronto, Sana Rokhsefat, bahkan perlu berargumen untuk membela keputusan mengenakan jilbab ketika dituduh sebagai korban 'paksaan patriarki' dalam Islam.
"Tak ada yang menekan dan memaksa saya. Mengetahui ada orang-orang berpikir seperti sungguh menyakitkan," ujar perempuan berusia 20 tahun itu.
Kisah lain datang dari imigran berdarah Somalia, Adam Koshin. Ia menempuh pendidikan di sekolah Islam di Calgary dan Regina, Kanada hingga berusia 13 tahun.
Lulus dari sekolah Islam, Koshin tetap rajin shalat, menjalankan ibadah dan mengunjungi masjid di lingkungannya, paling sedikit sekali sepekan. Ia juga memiliki teman-teman non-Muslim.
Namun, pandangan teman-temannya yang terpengaruh stereotip media pun kadang juga menyakitinya. "Mereka berpikir kami semua adalah teroris demi mendapat 40 istri di kehidupan akhirat," ujarnya.
"Semua itu pengaruh dari TV. Sungguh rendah dan menggelikan."
Jumlah Muslim di Kanada sekitar 1,9 persen dari total 32,8 juta populasi total. Islam adalah keyakinan terbesar setelah Kristiani di negara bermayoritas penganut Katholik Roma itu.
Survei menunjukkan mayoritas Muslim bangga menjadi warga Kanada. Pada jajak pendapat 2006, terhadap 2.045 warga Kanada diperoleh keseimpulan, 49 persen responden yang tak pernah bersentuhan sama sekali dengan Muslim memiliki pandangan negatif terhadap Islam.
Sementara sisanya, atau sebagian besar responden mengaku kerap berhubungan dengan warga Muslim dan mereka mengaku memiliki pandangan positif terhadap Islam.
Menjembatani Celah
Menyadari sentimen anti-Muslim kian berkembang, Muslim Kanada pun tedorong untuk menjangkau kolega non-Muslim mereka demi menjawab berbagai ketidaktahuan tentang Islam.
"Saya pikir setiap orang memiliki hubungan gravitasi dengan komunitasnya. Saya merasa penting untuk terlibat dengan masyarakat lebih luas di Toronto," ujar Raja.
Tak sungkan menampakkan keislamannya, baik dalam hal shalat dan berpuasa, Raja mengatakan tak keberatan menanggung beban pertanyaan tentang keimanannya. "Saya lebih suka menjawab dan menjelaskan ketimbang terjebak dalam stereotip lama tentang Islam," ujarnya.
"Banyak orang tak paham bahwa itu adalah gaya hidup. Dalam Islam anda tak bisa memisahkan agama dengan kehidupan publik," ujarnya.
Ikut serta dalam tanggung jawab mendidik non-Muslim tentang Islam, Rizwan Mohammad, merancang proyek dua tahun lintas-Kanada bekerja sama dengan Dewan Kanada pada 2009. Program khusus untuk Wanita Muslim itu bertujuan menjalin hubungan lebih baik dengan komunitas luas.
Upaya itu bukan berati minus rasa pesimis. "Sebagian besar merasa kita berperang demi dalam pertempuran yang telah kalah." kata Rizwan. Namun, toh mereka tetap menyadari itu adalah kerja panjang yang sangat diperlukan.
"Anda bisa belajar matematika, ilmu sains dan semua hal," ujar pemuda berdarah Pakistan, Emaad Mohammad, 15 tahun. "Tapi mempelajari manusia dan orang-orang di sekitar anda serta budaya mereka serta agama mereka mungkin jauh lebih penting."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar