Selasa, 12 April 2011

Dari Kedai Kopi dan Liontin Kristus Menuju Islam

Joanne Bailey, perempuan Inggris dari kalangan kerja menengah, hampir tidak pernah kontak dengan seorang muslim pun sampai ia masuk kuliah dan bekerja di sebuah kantor pengacara.

Sebagai perempuan muda, lajang dan punya karir yang lumayan bagus, perempuan yang dibesarkan di South Yorkshire seharusnya menikmati kenyamanan hidupnya. Tapi itu ternyata tidak terjadi pada Bailey, ia justru merasakan keputusasaan. Ia mengalihkan kegalauan hatinya itu dengan cara belanja, melakukan diet ketat dan bersenang-senang dari satu ke bar lainnya.

"Tapi, tetap saja, saya tidak merasakan ketenangan jiwa," kata Bailey mengingat masa-masa sebelum ia mengenal Islam.


Perubahan besar terjadi pada suatu sore di tahun 2004. Ia dan sahabatnya, seorang muslim, sedang menikmati kopi sambil berbincang-bincang. Sahabatnya itu, memperhatikan kalung dengan liontin emas kecil, berbentuk patung Kritus di atas salib, yang melingkar di leher Bailey.

"Apakah itu artinya Anda percaya pada Tuhan?" Bailey menirukan pertanyaan temannya.
Bagi Bailey, liontin berbentuk patung Kristus itu tidak lebih sebagai perhiasan pelengkap busana saja, tidak bermakna religius. Jadi, ketika Bailey menjawab pertanyaannya dengan singkat, "Saya pikir tidak."
Lalu, lanjut Bailey, temannya itu mulai bicara soal agama Islam yang dianutnya. "Awalnya, saya tidak terlalu memperhatikan, tapi kata-katanya jadi melekat di pikiran saya. Beberapa hari kemudian, saya menemukan diri saya sudah memesan Al-Quran dari situs internet," tutur Bailey.

Ia lalu ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang digelar oleh kelompok mualaf "Leeds New Muslims", meski Bailey sempat ragu dan butuh waktu untuk membuatnya berani datang ke kegiatan itu.

"Sesampainya di depan pintu, langkah saya terhenti dan berpikir lagi, 'apa yang saya lakukan di sini?' Saya membayangkan para perempuannya mengenakan baju hitam tertutup dari atas kepala sampai ujung kaki. Apa kesamaan seorang perempuan muda Inggris berusia 25 tahun, berambut pirang, dengan mereka?" pikir Bailey saat itu.

Kekhawatiran Bailey sama sekali tak beralasan. "Ketika saya masuk, tak satu pun diantara mereka seperti stereotip yang saya bayangkan; perempuan dan ibu rumah tangga yang tertindas," ujar Bailey.

"Diantara mereka ada yang menjadi dokter, guru dan psikiater. Saya terkesan melihat betapa aman dan nyamannya mereka," sambung Bailey.

Ia lalu bertemu dengan para perempuan di organisasi "Leed New Muslims" itu, bahkan jadi lebih sering dibandingkan ia membaca buku tentang Islam. Pertemuan-pertemuan itu membuat Bailey yakin, bahwa dirinya memang ingin menjadi seorang muslim.

"Setelah empat tahun, di bulan Maret 2008, saya mengucapkan dua kalimat syahadat di rumah sahabat saya. Awalnya, saya khawatir bahwa saya telah sudah melakukan hal yang salah, lama kelamaan, saya bisa dengan cepat merasa relax menjalani kehidupan sebagai muslim--rasanya agak mirip dengan ketika memulai sebuah pekerjaan baru," tutur Bailey.

Beberapa bulan setelah masuk Islam, Bailey mengajak kedua orangtuanya bicara. "Ada yang harus kusampaikan pada kalian?" kata Bailey. Ada kesunyian sebentar, lalu ibunya berkata, "Kau akan menjadi muslim, bukan?"

Ibunda Bailey pun menangis tersedu-sedu. "Apa yang akan terjadi jika kau menikah nanti? Apakah engkau harus mengenakan jilbab? Bagaimana dengan pekerjaanmu?" tanya sang ibu bertubi-tubi.

Bailey berusaha meyakinkan ibunya, bahwa Bailey akan tetap menjadi dirinya sendiri. "Tapi ibu benar-benar khawatir akan kehidupan saya kelak." ungkap Bailey.

Bailey lalu bertunangan dengan seorang pengacara muslim. Mereka bertemu dalam sebuah pelatihan. Menurut Bailey, tunangannya itu tidak keberatan ia menjadi wanita karir. "Tapi, saya sangat setuju dengan pandangan Islam tentang peran tradisional antara perempuan dan laki-laki," tukas Bailey.

"Saya ingin mengurus suami dan anak-anak saya. Tapi saya juga menginginkan kemandirian. Berbeda dengan anggapan banyak orang, Islam tidak menindas saya sebagai perempuan. Saya merasa lebih bahagia dan bersyukur dengan apa yang saya dapatkan saat ini ..."

"Saya bangga menjadi orang Inggris, dan saya juga bangga menjadi seorang muslim. Saya tidak melihat adalah pertentangan antara keduanya, dalam hal apapun," tandas Bailey.

Sumber : Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar